Oleh: Arief Nur Rohman Dalam satu subuh itu Kau berjalan buru-buru Diterka gerimis Juga embun yang menangis Dalam satu rakaat itu Kau melafalkan nama ku mengalun merdu Di antara al fatihah yang mendayu Juga aamiin yang menggebu Dalam satu ruku itu Kau tersedu-sedu Hingga dua sujud itu Kau terisak pilu Dalam satu salam itu Kau menoleh ragu Hingga salam kedua Kau menolehku tersipu malu Sesungging senyum kau haturkan Lalu merunduk dalam hamparan Mata kita riuh berdoa Bersitatap pada Sang Maha Rabbana hablana min azwajina Wa durriyatina Qurrota 'ayun Waj'alna Lil muttaqina Imama...
Aku tak paham dengan pembicaraan semua orang Maka dari itu Kunikmati saja kopi ini tanpa basa basi Kuserap perlahan Merasakan aroma kopi yang larut dalam irama diri Lelap Diam-diam aku kalap Mabuk Diam-diam merasuk Sukma terdalam bersama zikir-zikir kenangan Adakah yang lebih intim dari kehangatan kopi yang kau seduh malam ini? Dibiarkannya lelah mengudara Lelap kita berdua 26 September 2018
Kopi ku malam ini, Kau suguhkan ketika semesta Meneteskan air untuk yang pertama Ada kedinginan melanda Juga kehangatan yang menyandera Jarak kita Seperti hangat dengan dekapnya Seperti lembut dengan kalutnya Seperti Aku, Kau juga begitu 8 September 2018
Komentar
Posting Komentar