Pemustaka: Menyemai Cakrawala Pemulia Aksara



Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan,

            Membaca adalah aktifitas pertama yang diperintahkan Tuhan melalui sabda baginda, setelah melalui malam-malam panjang kegelisahan. Membaca menjadi benih manusia dalam mengenal dunia, benih-benih tersebut ditanami di lahan kertas disirami kata-kata jadilah buku untuk dibaca. Membaca sebagai aktifitas sudah selayaknya menjadi udara yang kita hirup selama menjalani hidup. Dengan membaca kita mempunyai nyawa baru, ruang-ruang hidup baru, juga keluasan pemikiran yang baru. Aktifitas membaca tidak hanya berupa membaca teks belaka, bisa kita coba dengan membaca kehidupan sekitar, membaca fenomena, juga membaca ruang hampa diri kita.

            Dahulu baginda dituntut untuk membaca ketika menerima wahyu untuk yang pertama, apa yang menjadi isi dalam wahyu tersebut? Ialah perintah membaca. Membaca atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Sudah selayaknya kita sebagai manusia yang taat serta patuh pada sabda baginda untuk menjalankan wahyu yang pertama ini. Kita dituntut untuk membaca segala sesuatu yang telah Tuhan ciptakan. Sungguh kebagahagiaan yang mendalam jika kita bisa membaca semua yang telah Tuhan ciptakan. Tentunya dengan keilmuan yang kita miliki.

            Membaca sebagai sebuah realitas yang tak bisa kita elak keberadaannya. Setiap hari kita membaca, papan-papan iklan, komposisi makanan, membaca rambu lalu lintas. Membaca tidak hanya berupa teks saja yang kita baca, tetapi juga simbol-simbol bahkan realitas hidup juga bisa kita baca. Dari hasil membaca tersbut diharap mampu membuka pintu-pintu cakrawala, membuka kembali jendela dunia yang tertutup karena kita malas untuk membaca.

            Membaca non teks sesungguhnya tidaklah sulit jika kita mampu bersikap jujur terhadap objek dan diri kita, kita mampu membaca dimana saja kapan saja berdasarkan kondisi yang kita baca. Dengan membaca non teks, kita mampu untuk lebih peka terhadap lingkungan, melatih sensitifitas sosial, juga melatih perasaan sehingga kita mampu merasa apa yang saudara kita juga rasakan.  
           
            Sebagai contoh dari membaca non teks adalah kita membaca realitas pemustaka. Pemustaka adalah seseorang yang bertugas untuk mengelola, mengorganisir, dan mengembangkan perpustakaan. Keberadaannya sangat langka hari ini yang mau dan serius mengurusi secara tulus berbagai perpustakaan. Dengan berbagai bentuknya perpustakaan hadir menjelma sebagai ruang-ruang hidup yang perlu kita rasakan keberadaannya. Contohnya kita menemukan perpustakaan disulap sebagai taman-taman baca masyarakat, rumah baca, perpustakaan berjalan, perpustakaan keliling, perpustakaan jalanan. Ini semua tidak bisa dianggap sebagai hal yang biasa saja, tetapi ini akan berimplikasi dan mengantarkan seseorang pada gerbang cakrawala yang akan ia masuki. Saya memberi istilah pada pemustaka ini sebagai pemulia aksara. Apa yang menjadi sebab ia sebagai pemulia aksara? Sebabnya adalah ia mampu menanam benih-benih membaca serta menyebar virus baca kepada masyarakat dengan menghadirkan perpustakaan lebih dekat kepada masyarakat. Hal ini layak diapresiasi oleh semua kalangan.

            Menyemai cakrawala dengan membaca akan kita temui pada suatu hari nanti ketika masyarakat kita tidak asing lagi dengan buku, tak asing lagi dengan kegiatan membaca bahkan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Cakrawala akan ada dalam genggaman masing-masing orang, setiap orang akan mempunyai cakrawala dan menguasai dunia nya sendiri denga terus membaca. Mari kita semai dan beri apresiasi kepada seluruh pemustaka sebagai pemulia aksara dan kata-kata, mereka hadir menjelma keindahan cakrawala yang ditebar lewat pustaka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suatu Subuh

Memaknai Wisuda dan Sakralitasnya